Tadi sekira sehabis Isya, saya iseng – iseng pergi ke warnet , untuk sekedar browsing dan mencari informasi. serta cuci mata tentunya...... Ketika saya sampai di depan wanet, terlihat banyak kendaraan yang terparkir di sana. “Hm..Mungkin didalam penuh” Gumamku dalam hati. Sayapun masuk dan menanyakan apakah ada komputer yang kosong. Sang wanita penjaga warnet melihat sebentar pada monitor sambil memainkan mousenya. Kemudian dia berkata “Penuh mas“. (xixixixixixi padahal tiap hari bahkan setiap waktu bermain di internet, dia ngga tau saya cuma mau mandangin cewe2 yg lagi ngenet).
Karena penuh, maka terpaksa saya harus mengantre untuk mendapat giliran (alasanku biar kesannya beneran), Sayapun duduk di sofa yang letaknya berada di depan meja operator. Sembari menunggu sayapun membolak – balik tabloid infotainment yang kebetulan tergeletak di depan, sambil sesekali melihat wajah manis si penjaga warnet (yang memang cantik) yang sedang asyik dengan komputernya. Tampak dia senyam – senyum dan cengengesan sendiri dengan monitor komputer di depannya dan tidak menyadari bahwa ada monster yang sedang mengintainya dari dekat. ha ha ha ha
Namun kali ini, bukan si gadis penjaga warnet yang membuat saya keheranan. Tapi perilaku anehnya yaitu sering mesam – mesem sendiri pada monitor komputer. Apakah mungkin tidak ada cowok yang lebih cakep, sehingga dia naksir monitor? jawabannya jelas tidak. Lalu apa? Mungkin saja dia sedang asyik chating dengan teman mayanya di london atau di Papua sono. Mungkin melihat perilaku tersebut orang pasti akan mahfum dengan segera. Namun bagaimana jika kelakuan ini terjadi pada tahun 1990? Pasti orang yang melihatnya akan geleng – geleng kepala, sambil mengurut dada. Tanda prihatin
Saya jadi teringat, pernah ada seorang guru yang waktu itu sedang bertugas menjaga anak didiknya mengerjakan soal ujian. Si guru mesam – mesem sendiri sembari memperhatikan sesuatu di dalam tasnya. Tentu, melihat tingkah laku gurunya seperti ini, si murid hampir bisa memastikan bahwa gurunya sedang ber-SMSan ria. Saking asyiknya, sang guru tidak sadar, bahwa ada salah satu murid yang saling berkirim jawaban kepada temannya dengan teknologi yang sama. Namun bayangkan jika hal yang sama terjadi pada 10 atau 15 tahun yang lalu, Pasti si murid akan mengira gurunya yang tercinta sedang dilanda tekanan batin yang mendalam dari konflik rumah tangganya.
Yah, teknologilah yang membuat hal yang dulunya aneh, menjadi tidak aneh lagi. 20 tahun yang lalu, orang merasa aneh ketika melihat komputer, bahkan mungkin suku pedalaman akan mengiranya sebuah kotak mistis tempat menghuninya para dewa – dewa. Namun sekarang, justru orang akan terlihat aneh jika tidak mengenal semuanya itu.
Sekarang orang sudah terbiasa menggunkan handphone, padahal 10 tahun yang lalu, handphone merupakan barang miliknya orang kaya, miliknya orang wah. Namun kini, dari tukang bakso, penjual mi keliling, penjaga warung sampai mahasiswa, hingga pejabat tinggi dan pengusaha, rata – rata memiliki handphone di saku celananya. Tapi masalah handphone type, merek dan isi pulsanya berapa itu sih urusan belakangan.
Setelah demam handphone dimana – mana, sekarang mulai menjangkit demam laptop. Sudah bukan barang baru lagi, (meskipun masih terkesan mewah bagi beberapa orang) jika kita jumpai orang menenteng atau memainkan laptopnya di sudut – sudut kampus ataupun di tempat -tempat yang menyediakan hotspot. Entah masalah gengsi, gaya-gayaan, atau bagian dari gaya hidup, saya sendiri ngga ngerti. Tapi, mungkin saja, beberapa tahun yang akan datang, laptop sudah menjadi bagian dari kebutuhan dari hidup ini, dan mungkin akan kita jumpai tiap orang, mulai dari SD sampai kakek -nenek sedang asyik berinternet ria dengan laptopnya di arena – arena hotspot.
Namun sayang sekali, dari kesemuanya itu saya prihatin, karena bangsa kita masih dalam taraf pemakai dan konsumen teknologi, belum ke taraf produsen dan pengembang dari teknologi. Seharusnya kita tidak berbangga diri dengan teknologi yang ada di depan kita, karena itu bukanlah milik kita, tapi milik orang lain yang dijual ke kita. Indonesia yang berpenduduk banyak ini merupakan pasar yang besar bagi negara – negara kecil di eropa dan jepang. Kita sebagai bangsa telah di cekok’i dengan pola pikir dan gaya hidup modern yang bermacam – macam dan aneh – aneh yang pada akhirnya hanya menghilangkan produktivitas kita sebagai bangsa. (iya ngga ??????...... saya merasakan sendiri lho, betapa saya merasa ketagihan dngan internet...walaupun di aktifitas juga di perlukan sarana dan prasarana internet)
Saya berharap itu semua tidak terjadi, dan jika memang telah terjadi, semoga segera berlalu…