Pada zaman dulu jaman di mana kuda masih gigit batu, beberapa tahun sebelum masehi, di suatu desa nan indah permai, hiduplah keluarga yang harmonis sekali.
Keluarga tersebut hidup dari menambang batu batu mulia dan menjualnya ke kota, sebut saja Kota Anu. Sayangnya, keluarga itu baru saja kehilangan seorang Ayah, sebagai kepala keluarga, yang meninggal saat menambang batu mulia ketika penyakit TBC nya kambuh. Diduga, dia meninggal karena digigit oleh nyamuk segede Gajah, dan dipukul secara tidak sengaja oleh anak laki lakinya. Ah…lupakanmi tragedi itu…
Setelah kematian sang Ayah, keluarga tersebut bertumpu pada sang Ibu, karena anak laki laki yang diharapkan mengganti kedudukan sang Ayah, ternyata mengalami degradasi intelejensi atau bahasa terus terangnya, mengalami penurunan kecerdasan. Diduga, karena ia sendiri sering memukul kepalanya sendiri karena mengira di kepalanya tersimpan batu mulia.
Jadilah, Sang Ibu harus sering travelling kemana saja, bahkan hingga ke Tanah Suci hanya untuk berburu batu mulia dan benda benda tribal, dan ternyata sangat terobsesi untuk menjual Monas, Candi Borobudur, dan Benteng Sombaopu pada siapapun yang mau membelinya dengan harga tinggi.
Untuk memperkaya pengetahuannya, Sang Ibu mempersering gugling. Itulah mengapa dia selalu mengetahui perkembangan paling apdet tentang batu batu mulia. Saat istirahat ditengah pencarian batu mulia bersama anaknya, Sang Ibu menyempatkan diri membuka laptop, dan kadang kadang juga YMan dengan sesama pengusaha maupun hobiis batu mulia. Jangan heran, saat itu coverage jaringan wifi sudah mencapai seluruh pelosok negeri, hingga di tengah hutanpun jaringannya manstab. Hanya saja, Sang Ibu ini agak sombong dan sering mengejek teman temannya yang gaptek dengan “Kemana aje Lu Mooon” sehingga entah bagemana ceritanya, beliau dikutuk tongolo (tuli).
Suatu siang yang cerah, saat Sang Ibu melihat saldo di akun paypalnya, tiba tiba Samsung S4 miliknya menyenandungkan lagu “Goyang Dumang” pada volume maksimum dan getaran pada 1.2 skala richter. Segera diangkat, dan ternyata ada MMS dari anak laki lakinya itu. Saat itu, mata tuanya yang kebanyakan main game DotA dan mentengin JAV, tidak bisa melihat dengan jelas apa yang dimaksud anaknya. maka, beliau menelepon anaknya dengan simcard yang terbukti sms bangets dan nelpon murah bangets itu.
Ibu : Nak, apa yang ko kirimkan ka? Ibuk ndagh understand. Maklum, Bunrammi matana… (Nak, apa yang kamu kirim ini? Ibu ndak ngerti. Maklum, matanya udah kabur)
Nak : anu mma… Nia Batu cincing maraeng. Berupi kucini. (anu Bu… ada batu mulia yang aneh. baru lihat sekarang)
Ibu : ooo…siratangi… Bunrangmi, takkulei kucini… (ooo…pantesan, udah buram… makanya aku tidak bisa lihat) <— ini namanya distorsi informasi
Nak : *sepicles*
dengan kejam , sang Anak menutup pembicaraan tak berguna itu. Dan segera pulang ke rumah mengendarai kendaraan setianya.
sampai di rumah, ternyata ibunya masih nginang *entah ya, shaya chidak tau bahasa endonesiyanya apah,yang jelas, memainkan “sesuatu” berwarna merah di mulutnya. Sesuatu itu merupakan champuran daun sirih, kapur yang telah dibersihkan, ditambah dengan gambir* sambil ketawa ketiwi membaca wiki laknat di laptop Dell 12"nya. Dengan penuh suka cita, anaknya menunjukkan batu mulia untuk ditanyakan pada Ibunya. Sang Anak sendiri sudah yakin ibunya selalu tau batu apakah itu.
Nak : Omma… Batu apa Arenna Jeka ??? *sambil mengangsurkan batu mulia nan indah* (Bu, ini batu apa namanya?)
Ibu : *melihat lihat sebentar* sambil tetep nginang, memutar mutar “sesuatu” di mulutnya.
Hm… Akeee…. *sebenernya Ibu kesedak pinang, tapi karena terdengar seperti itu*
Nak : oooh… Innemi nikana Ake? (oooh, jadi ini namanya Batu Akik ?)
Ibu : *mengangguk pasti meski ndak denger apa yang ditanyakan anaknya.*
sang anak berlari lari kegirangan sambil mengumumkan se seluruh kampung bahwa nama batu mulia yang baru itu adalah “Akik” sedangkan pada saat yang sama, sang Ibu menghembuskan nafas terakhirnya karena diduga kuat meminum Kopi Joss dosis berlebih dan menelan garpu, sesaat setelah kesedak pinang tersebut.
Begitulah akhir hidup keluarga tersebut. menyedihkan dan mengharukan bukan?
dan, begitulah kisah disebutnya “Batu Akik” hingga menjadi nama sampai sekarang.
Signature by
DAENG LIRA |