Kamis, 21 November 2013

TEKNOLOGI PENYADAPAN VS TELIK SANDI ???



Sebenarnya dari sisi Intelijen, sadap menyadap itu hal lumrah. Indonesiapun kalau memiliki kesempatan pasti melakukan hal yang sama.  Sadap menyadap wajar dan tidak masalah selama tidak  ketahuan. Dalam proses intelijen, pemanfaatan tehnology tentu menjadi bagian strategis mengingat yang paling mudah saat ini adalah melalui jaringan tehnology. Sehingga kalau kita mau terhindar dari penyadapan maka tidak boleh menggunakan peralalatan tehnology. Gampang bukan?

Sebenarnya, bagi saya kasus penyadapan yang dilakukan oleh Australia dan Amerika terhadap Indonesia adalah hal yang biasa-biasa saja. Penyadapan yang dalam bidang intelejen merupakan bahasa lain dari mengintip/menguping aktivitas saingan/musuhnya. Agak bias memang dengan penyadapan versi petani Lontar yang menyadap untuk bikin Ballo (*ballo = Tuak* Makassar).



Dan dalam sejarahnya, penyadapan ini sudah menjadi hal yang lazim dilakukan oleh bangsa Indonesia. Kegiatan yang lebih tua dari dua negara kepo yang saya tuliskan diatas. Boleh cek kisah Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) yang pasukan intelejennya sangat ditakuti oleh VOC yang Gubernur Jendralnya waktu itu adalah Nicolaas Hartingh. Lebih mengerikannya lagi, pasukannya ini hanya berjumlah belasan saja namun bisa membunuh ratusan bahkan ribuan pasukan VOC. Dan rata-rata kelak didepan nama anggota pasukannya diberi nama gelar “Jaya”. Jayadi tidak termasuk coeyyyy

1384850901189268131
Eye Tiger
Belum lagi kisah penyadapan oleh perempuan blesteran Jawa-Belanda dijaman pra kemerdekaan, penari keraton yang wajahnya lebih cantik dari Cinta Laura Kehl ini sangat ditakuti dan berkode intelejen Eye Tiger–yang lebih dikenal sebagai Mata Harimau atau disingkat Matahari.

Mundur lagi kebelakang, jaman Gajahmada–pasukan penyadapan ini dibentuknya dengan nama Bhayangkara. Pasukan elit yang awalnya berjumlah 10 orang dengan nama sandi “binatang” dan beberapa pasukan didalamnya mempunyai gelar imbuhan “Ra” di depannya selain nama Kebo, Gajah, Jaran, Kidang dan lain sebainya..

Dan tentu saja, kisah para penyadap ini–para mata-mata yang dalam bahasa sansekertanya di sebut TELIK SANDI ini kebanyakan muncul dari persaingan politik, kemarahan, kebencian dan angkara murka baik terlihat atau hanya tersirat.

Dan bagi SBY, sebenarnya hal ini tak perlu disewoti terlalu serius. Apalagi jika ternyata hanya dikaitkan oleh sekedar perasaan kalah cepat dan lihai dalam mengintip dan kontra intelejen. Atau juga keterkaitan dengan urusan pribadinya. Toh, jika memang tak banyak mempunyai rahasia pribadi, apa perlu nya di khawatirkan?

Nah kemudian, ada yang menarik jika ditarik ke timeline kebelakang, kisah penyadapan ternyata juga sudah dilakukan oleh Jaka Tarub yang dalam operasinya bahkan mampu mencuri selendang para bidadari.
Dan Jaka Tarub ini, sebuah legenda masa silam Nusantara sepertinya memberikan inspirasi untuk mengembalikan ke khitah soal budaya mengintip ini untuk kembali ke akarnya, yaitu akar kasih sayang dan cinta.

Sumber: Kompas


Signature by           
                      DAENG LIRA