Rabu, 30 Juli 2014

KANCA DUSTA


                      Belakangan ini Dunia Perpolitikan seakan menjadi incaran para elit Negeri, mereka seakan melihat Dunia Perpolitikan bak ladang emas sehingga mereka berebutan dan berbondong-bondong hendak terjun ke Dunia Perpolitikan. Meski sekalipun mereka tidak mengerti tentang Politik, bagi mereka berhasil merebut kursi bukan mereka yang mengerti dan menguasai Ilmu Politik. Tetapi mereka yang menguasai dan lihai menjual janji, sehingga mampu membuat hati rakyat melambung penuh harap dengan janji manis yang mereka tawarkan. Ya, begitulah keadaan Dunia Perpolitikan di Bumi Pertiwi beberapa episode belakangan. Kecurangan terjadi di setiap sudut, apapun mereka lakukan untuk mendapatkan angka terbanyak menuju kuasa. Kejujuran menjadi barang usang yang tak laku sama sekali, kebenaranpun diobral namun seorangpun tak hendak meliriknya. Yang populer hanyalah kecurangan, apapun akan dilakukan demi Kursi Kekuasaan yang kelak akan menjamin kepuasan jika mereka berhasil merebutnya dari tangan rakyat.
                           Bagi mereka yang sulit hanyalah merebut kursi itu dari tangan rakyat, namun apabila mereka telah berhasil merebutnya. Maka yang akan menjadi armada pemegang kendali adalah mereka. Rakyat hanya akan gigit jari, menunggu janji yang tak kunjung ditepati. Janji hanya tinggal janji, rakyat selamanya akan tetap menjadi rakyat. Yang suaranya selalu terselip dilipatan angka-angka, “suara kami memang dicatat di kertas, direkam di komputer, diputar lewat pengeras suara. Tapi suara kami selalu dihitung tanpa nomor dan halaman, hingga api suara kami tetap terselip di lipatan angka-angka. Hanya membakar-bakar dada.” (Suara Kami Selalu Terselip Di Lipatan Angka-Angka,Jamal D. Rahman. 2003)
                           Republik yang katanya menganut Sistem Demokrasi ini, yang katanya pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun sayang sungguh sayang, rakyat dibuat tak lebih dari Boneka. Yang hanya bisa menurut apa kata Si Empunya. Sembako naik, rakyat hanya bisa mengeluh dan tetap membeli semampunya. BiayaPendidikan mahal, jika ingin anak tetap mengenyam Pendidikan maka berhutang ke sana ke mari untuk tetap dapat membayarnya tak jadi masalah. BBM tak mau ketinggalan di bawah, ia pun naik. Rakyat hanya bisa mengusap dada, ada yang mencoba bersuara. Namun lagi-lagi suaranya disambar Sang Garuda. Inikah arti demokrasi sesungguhnya?
                           Dunia Perpolitikkan memang penuh warna, kursi empuk yang di impor dari Negeri tetangga sungguh sangat menggoda. Sampai-sampai ada yang dibuat terlelap saat mendudukinya. Kemewahan yang sangat luar biasa. Lalu dimana rakyat yang dulu pemilik kursi itu, yang telah memberikan kekuasaan kepada empunya yang baru dengan penuh harap akan janji yang tlah ditawarkan dan berhasil membuat rakyat melambung, hanyut dibuai harap? Apakah mereka lupa, mereka tidak ingat, meraka ingat tapi pura-pura tak ingat, atau mereka sengaja melupakannya? Entahlah....karena yang pasti kecewa ya pastilah rakyat, dan mereka yang tlah berhasil merebut kursi kekuasaan dari tangan rakyat itu pastilah hidupnya sudah sangat bahagia.
                           Kekecewaan rakyat tidak sampai di situ saja, mereka yang memiliki kekuasaan tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki, namun sesuatu yang seharusnya menjadi hak milik rakyatpun masih saja mereka rampas. Jika sudah ketahuan, tak seorangpun yang mau mengaku. Semua belagak suci, semua mengaku benar dan sedikitpun tak mau disalahkan. Korupsi jutaan, milyaran, bahkan triliyunan rupiah seakan menjadi budaya para penguasa di negeri ini. Jika terbukti, maka mulailah mereka kembali hendak mencuri simpati rakyat, berawal dengan permintaan maaf yang sebesar-sebesarnya atas kekhilafan yang dilakukan. Karena fitrah manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa. Fitrah manusia yang tak pernah merasa puas, maka mereka kembali berhasil meraih simpati rakyat.
                           Saat ini para penguasa seakan menyulap Dunia Perpolitikan menjadi Kanca Dusta, tempat bernaungnya Kebohongan. Selalu ada cela untuk kecurangan, mulai dari berbagai bentuk kasus suap, pengadaan Al-quran, dan masih banyak kasus korupsi lain yang dilakukan para penguasa Negeri. Kita sebagai rakyat, jika kejadian ini tak ingin lagi terulang, maka kita sudah seharusnya menjadi sedikit lebih cerdas. Jangan lagi mau di buai dengan janji jika tidak terbukti, lihatlah sesuatu itu dari sudut kebenaran dan kejujuran. Kita harus mampu memilih yang terbaik. Jangan terlena dengan kesenangan sesaat, fikirkanlah masa depan bangsa kita kedepan. Nilailah segala sesuatu dengan hati nurani, jangan biarkan lagi dunia perpolitikan kita menjadi Kanca Dusta bagi mereka penguasa yang hanya menggilai dunia. Carilah pemimpin yang dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah kita berikan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Pemimpin yang takut akan salah, pemimpin yang tak ingkar janji dan pemimpin yang peduli.


Sumber : Mba Era Susanti Blog