Minggu, 18 Agustus 2013

Pak Prof yg tidak tahan Godaan

Semuanya bermuara pada satu kata kunci: UANG. Seorang bijak, Sophocles, pernah mengingatkan kita, ”Tak ada satu halpun di dunia ini yang paling meruntuhkan moral selain uang.”  Memang benar, uang adalah alat penggoda terbesar di dunia. Bahkan berbeda dengan jenis penggoda lainnya seperti wanita dan tahta, tidak ada satupun orang di dunia yang tidak membutuhkan uang. Kita semua sibuk mencari uang agar dapat hidup dengan layak. Nah, karena kita memang mencarinya, sangat wajar kalau kita tergoda ketika ada orang yang menawarkan benda tersebut kepada kita.
Godaan terbesar uang adalah merubah pandangan hidup kita dari ”memiliki” menjadi ”dimiliki.” Kita memang perlu memiliki uang untuk menjalani hidup, tapi uang hanya berfungsi sebagai alat. Kitalah yang menjadi tuannya.
Celakanya, posisi ini sering kali bertukar karena godaan yang ditawarkan uang sangat kuat. Akhirnya kitalah yang ”dimiliki” oleh uang. Tanda-tanda penyakit ini adalah kalau Anda mulai merasa takut kehilangan kedudukan Anda. Ini berarti Anda telah ”dimiliki” oleh uang. Ini akan menghilangkan kebebasan Anda dalam mengungkapkan kebenaran.

Tak dipungkiri, godaan jabatan sangat tinggi. Hal ini sangat mungkin juga menimpa seorang Rudi Rubiandini, akademisi bergelar Prof. dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi menjadi 'penjaga gawang' kepentingan nasional.

Agar 'kuat iman', Rudi mendapat kepercayaan dari pemerintah sebagai Komisaris salah satu BUMN perbankan, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Salah satu tujuannya, berdasarkan cerita Menteri BUMN Dahlan Iskan, agar Rudi tahan terhadap godaan saat menjalankan tugas sebagai Kepala SKK Migas.

"Saya tahu jabatan Kepala SKK Migas sangat menggoda siapapun. Makanya ditunjuk sebagai Komisaris Mandiri agar tidak tergoda. Gaji komisaris Mandiri kan cukup besar, mencapai Rp80 juta per bulan," kata Dahlan di Jakarta, Kamis (15/8).

Di mata Dahlan, Rudi adalah sosok yang selalu menyuarakan antikorupsi. Sepak terjang Rudi saat menjabat menambah keyakinan pemilik Jawa Pos Grup ini. "Dulu saya lihat dia antikorupsi. Selama bergaul, dari omongannya yang bersangkutan antikorupsi," jelasnya.

Namun fakta yang diterima Dahlan berbeda saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tangkap tangan. Kuat dugaan Rudi Rubiandini menjadi aktor penerima suap dari perusahaan migas asal Singapura, Kernel Oil Pte Ltd. Status tersangka pun telah ditetapkan KPK kepada Rudi Rabu (14/8) siang.

Usai Presiden SBY memutuskan pemberhentian Rudi sebagai Kepala SKK Migas, Dahlan pun melakukan hal yang sama. "Sejak kemarin (14/8), jabatan Rudi di Bank Mandiri sebagai Komisaris sudah kami copot. Rudi ketangkap tangan, tidak bisa menghindar. Jadi langsung harus kita copot," ujarnya.

Dengan demikian, Rudi hanya menikmati gaji sebagai Komisaris BMRI selama empat bulan atau setera dengan Rp 240 juta. Berdasarkan catatan Rudi diangkat sebagai Komisaris Bank Mandiri pada 2 April 2013, sedangkan ia mulai menjabat Kepala SKK Migas pada 16 Januari 2013 setelah sebelumnya menempati posisi Wakil Menteri ESDM. (Op-WEP/Antara)
Pesan Moral:
Ya.. Saat itu manusia sedang jadi pemuja setan. Betapa hebatnya setan. Hanya kerena yang tidak sadar berdoa minta perlindungan kepada Tuhan dari godaan setan. Secara tidak disadarinya, mereka sedang memuja setan. Mereka tidak sadar telah menjadikan setan berdiri sejajar dengan Tuhan. Secara tidak sadar mereka begitu mengagungkan setan sejajar dengan Yang Maha Agung. Atau dengan kata lain telah membonsai Tuhan..
Mereka yang minta perlindungan agar dijauhkan dari godaan setan sesungguhnya menciptakan konsep Tuhan yang bonsai. Tuhan ciptaan mereka sendiri. Mereka lupa bahwa merekalah pencipta takdir sendiri. Jelas dalam kitab suci dinyatakan bahwa suatu bangsa tidak akan bisa melakukan perubahan jika bangsa tersebut tidak berupaya melakukannya sendiri.
Ayat lainnya , menyatakan bahwa setiap perbuatan mesti ditanggung sendiri. Dimana kedudukan setan jika demikian? Apakah karena kita malas bertanggung jawab atas perbuatan sendiri? Lantas kita cari setan sebagai alasan untuk membenarkan tindakan kita? Jika demikian, benarkah kita meyakini kitab yang kita katakan suci? Sementara kita sendiri tidak melakoni apa yang tertulis dalam kitab tersebut.
Seringkali kita menggunakan ayat dalam kitab suci untuk membenarkan perilaku kita yang salah. Salah dalam hal ini adalah perbuatan yang tidak berujung pada Visi Baginda Rasulullah SAW, Rahmattan lil alamin. Kita bertindak bagaikan keledai yang menggendong kitab. Membawa kitab kesana kemari tanpa pernah membacanya. Masih kah layak kita berkata bahwa kita mencintai Baginda Rasulullah SAW?